Selasa, 11 Januari 2011

TELADAN UNTUK PEMIMPIN

TELADAN UNTUK PEMIMPIN

Selasa 11-1-11

Dia adalah Abu al-Hasan, Rasulullah saw memanggilnya dengan Abu Turab, dia berkata bijak, memimpin dengan adil, dia selalu berupaya memberikan bagian kesucian, ketakwaan dan keadilan kepada jiwa secara total dan menyeluruh, keadilannya adalah mercusuar yang selalu menjadi petunjuk sepanjang zaman bagi orang-orang yang berakal dan bertindak lurus, loyalitasnya kepada keadilan merupakan tabiat, fitrah dan keyakinan yang tertanam dalam jiwanya.

Dia berkata, “Apakah aku rela dipanggil Amirul Mukminin lalu aku tidak ikut memikul kesulitan zaman bersama orang-orang beriman? Demi Allah. Kalau aku berkenan aku bisa memiliki madu murni, gandum dengan kualitas bagus dan pakaian yang lembut ini, namun tidak mungkin hawa nafsu mengalahkanku, aku tidak mau bermalam dalam keadaan kenyang sementara di sekelilingku ada perut-perut yang keroncongan dan hati yang gelisah.”


Dia berkata, “Wahai para pemimpin, sesungguhnya rakyat kalian mempunyai hak, hukum dengan adil, membagi dengan sama, tiada kebaikan yang paling dicintai Allah melebihi kepemimpinan seorang pemimpin yang adil.”


Dia berkata, “Wahai manusia, demi dzat yang tidak ada Tuhan yang haq selainNya, aku tidak mengambil dari harta kalian apa pun, tidak sedikit, tidak pula banyak kecuali ini.” Lalu dia mengeluarkan botol kecil berisi minyak wangi dari kantongnya.” Ali melanjutkan, “Botol kecil ini adalah hadiah dari seorang pemuka para petani orang-orang Ajam.”


Dari Abdullah bin Zurair berkata, aku datang kepada Ali pada hari raya Idul Adha, lalu dia menyuguhkan Khazirah –daging masak berbalur tepung- kepada kami, kami berkata, “Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu, seandainya engkau memberi makan kepada kami daging bebek, karena Allah telah melimpahkan banyak kebaikan kepada kita.” Maka Ali menjawab, “Wahai Ibnu Zurair, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “
Tidak halal bagi khalifah dari harta Allah selain dua nampan, satu untuk dirinya dan keluarganya dan satu lagi dihidangkan kepada manusia.”

Antarah bin Abdurrahman asy-Syaibani berkata, “Aku datang kepada Ali bin Abu Thalib di Khawarnaq, dia mengunakan selembar kain, dia menggigil kedinginan, maka aku berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah menetapkan bagian untuku dan untuk keluargamu dari baitul mal, mengapa engkau masih menggigil kedinginan?” Maka Ali menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengambil sedikit pun dari harta kalian, kain ini adalah kain yang aku bawa dari Madinah.”


Dari Ali bin al-Arqam dari bapaknya berkata, aku melihat Ali menjual sebilah pedang di pasar, dia berkata, “Siapa yang membeli pedang ini dariku, demi dzat yang menumbuhkan biji-bijian, aku sering membela wajah Rasulullah saw dengannya, seandainya aku mempunyai uang seharga selembar kain sarung niscaya aku tidak menjualnya.”


Ali semoga Allah meridhainya berjalan-jalan di pasar Kufah padahal dia adalah khalifah kaum muslimin, dia membimbing orang yang tersesat, membantu orang lemah, dia bertemu dengan laki-laki tua, maka dia membawakan barang untuknya, dia menolak tinggal di istana kepemimpinan, dia berkata, “Ini adalah istana kesombongan, aku tidak akan tinggal di sana selamanya.”


Dia berkata, “Jangan membunuh orang yang berlari dari peperangan, jangan membunuh orang yang sudah terluka, jangan mendekati kaum wanita dengan niat menimpakan gangguan kepada mereka sekali pun mereka mencaci kalian, mencaci pemimpin-pemimpin kalian dan orang-orang baik kalian. Banyak-banyaklah mengingat Allah semoga kalian beruntung.”


Ketika Ali ditikam, pada saat itu dia sedang bersiap-siap untuk shalat, setelah dia berkeliling di jalan-jalan kota Kufah untuk membangunkan penduduknya agar mereka bangun menunaikan shalat Shubuh, Ali berkata kepada anak-anaknya setelah dia mengetahui siapa yang membunuhnya, “Perlakukan dia dengan baik, sikapilah dia dengan mulia, jika aku hidup maka akulah yang paling berhak atas darahnya, mungkin qishash atau maaf, jika aku mati maka susulkan dia denganku, aku akan memperkarakannya di sisi Rabb alam semesta, jangan membunuh selainnya denganku, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Wallahu a’lam. 
 
 Di Salin dari www.alsofwah.or.id

AKU INGIN MEMBUNUHMU

AKU INGIN MEMBUNUHMU

Selasa, 11-1-11

Dalam Dala`il an-Nubuwwah karya al-Baihaqi, Amru bin Abd Wudd keluar dengan baju besinya, dia berseru, “Siapa yang berani berduel?” Maka Ali bin Abu Thalib bangkit, dia berkata, “Biarkan aku menghadapinya ya Rasulullah.” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Dia itu Amru, duduklah.” Kemudian Amru berseru kembali, “Adakah seorang laki-laki yang berani berduel?” Lalu Amru mulai mencela kaum muslimin, dia berkata, “Mana surga kalian di mana kalian mengatakan bahwa siapa yang terbunuh dari kalian akan memasukinya, mengapa kalian tidak mengutus seseorang untuk berduel melawanku?” Maka Ali bin Abu Thalib bangkit, dia berkata, “Aku yang menghadapinya ya Rasulullah.” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Duduklah.”

Lalu Amru berkata,

Lidahku kelu karena berseru kepada
kumpulan mereka, adakah yang berani berduel
Dan aku berdiri di saat si pemberani takut
Layaknya tanduk yang siap menyerang
Oleh karena itu, sesungguhnya aku senantiasa
Bergegas sebelum peperangan terjadi
Sesungguhnya keberanian pada seorang pemuda
Dan kedermawanan termasuk tabiat yang baik.


Maka Ali bin Abu Thalib bangkit, dia berkata, “Ya Rasulullah, saya yang akan menghadapinya.” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Dia itu Amru.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Sekalipun dia itu Amru.” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi izin kepadanya. Ali maju dan berhadapan dengan Amru.


Ali berkata,

Jangan tergesa-gesa, orang yang menjawab
Tantanganmu telah datang, dia bukan orang lemah
Dengan tekad kuat dan ilmu yang dalam
Kejujuran adalah keselamatan semua orang yang beruntung
Sesungguhnya aku ingin membuat orang-orang
Di sekitarmu meratap layaknya ratapan kepada jenazah
Dengan sebuah tebasan mematikan yang
Akan selalu diingat selama ada peperangan.


Pada saat Ali bin Abu Thalib berhadapan dengan Amru, dia berkata kepadanya, “Wahai Amru, kamu pernah berkata, ‘Tidak seorang pun yang mengajakku kepada satu dari tiga pilihan kecuali aku menerimanya.’ Amru menjawab, “Benar.” Ali bin Abu Thalib berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku mengajakmu agar kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta agar kamu berserah diri kepada Tuhan semesta alam.” Amru menjawab, “Keponakan, tunda dulu hal ini.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Yang kedua, kamu pulang ke negerimu, jika Muhammad Rasulullah jujur maka kamu adalah orang yang paling berbahagia dengannya, sebaliknya jika dia dusta maka itulah yang kamu inginkan.” Amru menjawab, “Ini tidak mungkin, kaum wanita orang-orang Qurasiy akan mencibirku, bagaimana tidak sedangkan aku sudah berhasil memenuhi nadzarku.” Kemudian Amru berkata, “Apa yang ketiga?” Ali bin Abu Thalib menjawab, “Duel.”


Maka Amru, seorang penunggang kuda Quraisy yang kesohor dan sudah berpengalaman dengan umur lebih dari delapan puluh tahun itu tertawa, dia berkata kepada Ali, “Aku tidak pernah mengira bahwa seseorang dari bangsa Arab akan menakut-nakutiku dengan perkara yang ketiga ini.” Amru bertanya kepada Ali, “Siapa kamu?” Ali menjawab, “Aku Ali.” Amru berkata, “Bin Abd Manaf?” Ali menjawab, “Ali bin Abu Thalib.” Amru berkata, “Keponakan, di antara paman-pamanmu ada yang lebih tua darimu, aku tidak ingin membunuhmu.” Ali menjawab, “Tetapi demi Allah aku ingin membunuhmu.”


Pada saat itu Amru sangat marah, maka dia turun dan menghunus pedangnya yang seperti sebongkah api yang menyala, dia maju ke arah Ali dengan penuh amarah, Ali menyambutnya dengan sebuah tameng, Amru menebaskan pedangnya dan Ali menyongsongnya dengan tamengnya itu, tameng terbelah namun pedang Amru terjepit di antara belahan itu sekali pun ujung pedang itu sempat menggores kepala Ali dan melukainya, selanjutnya dengan cekatan Ali menebaskan pedangnya tepat pada sisi lehernya, maka dia mengerang dengan nyaringnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendengar suara takbir, maka kaum muslimin mengetahui bahwa Ali berhasil menyudahi Amru.


Di saat itu Ali berkata,

Apakah begini para penunggang kuda itu menyerang Ali
Suruhlah kawan-kawanku mundur dariku dan dari mereka
Hari ini keteguhanku membuatku tidak berlari
Dan tekad kuat di kepala tidak menyurutkanku.
Wallahu a’lam.

DiSalin dari www.alsofwah.or.id